Facebook
RSS

Al-Aqsha


Keruntuhan Al-Aqsha
Setelah Israel menguasai sebagian besar wilayah Palestina, maka kota al-Quds, baik sebelah barat maupun timur berada dibawah otoritas Israel. Masjid Al-Aqsha menjadi tawanan, air mata darah dan kesedihan tumpah, kepedihan dan penderitaan menyelimuti al-Aqsha. Semua itu akibat penodaan dan penganiayaan Israel terhadap masjid kiblat pertama ummat Islam ini. Kepedihan al-Aqsha bertambah-tambah, menyaksikan para pemimpin Arab dan kaum muslimin terpatung membisu, tidak bergerak atau tergerak hatinya untuk menyelematkan al-Aqsha. Mereka diam seribu bahasa, berlepas diri dari identitas kearaban mereka, dari masjid al-Aqsha, kiblat pertama mereka al-haram ketiga dan mesjid kedua yang dibangun manusia. Akibat sikap diam bangsa Arab, sangat berpengaruh terhadap keberanian Israel untuk meningkatkan kejahatannya, merealisasikan cita-cita dan rencana mereka membangun Haikal ketiga yang sudah diimpi-impikan sejak ratusan tahun yang lalu. Inilah yang terjadi, Yahudi diberikan keleluasaan untuk merealisasikan tujuan-tujuannya, memanfaatkan kelemahan dan ketakutan bangsa Arab. Mulailah mereka membangun makar secara sistematis dan terorganisir, tahap demi tahap secara sembunyi maupun terang-terangan. Sebagian rencana mereka publikasikan di antara para pembesar kaumnya dibawah pendengaran dan penglihatan dunia, kaum muslimin dan bangsa Arab seluruhnya. Untuk langkah pertama, Israel berupaya menguasai sebagian kecil Masjid Al-Aqsha untuk melaksanakn ritual ibadahnya dan sebagai basis pemantauan mereka terhadap langkah selanjutnya. Dialah Tembok al-Buraq, bagian tak terpisahkan dari Masjid Al-Aqsha. Tembok ini kemudian mereka namakan “Tembok Ratapan”. Setelah dua tahun dari penjajahan mereka terhadap Al-Quds, Zionis Israel lalu berupaya membakar masjid tersebut dan menghanguskan sebagian ruangannya. Mimbar Shalahuddin rahimahullah yang berhasil direbut dari tangan kaum salib oleh Shalahuddin al-Ayubi dan mengembalikanya kepada pangkuan kaum muslimin, setelah 90 tahun berada di bawah penodaan kaum Kristiani, kini telah terbakar, akibat kedengkian dan kejahatan kelompok Zionis.
Setelah itu, muncul pelarangan dan pembatasan bagi kaum muslimin yang mau melakukan shalat di dalam Masjid Al-Aqsha, terutama di hari-hari orang berkumpul di dalamnya, seperti hari Jum’at dan di bulan Ramadhan. Kaum muslimin sangat rindu untuk shalat di dalam Masjid Al-Aqsha. Tempat dimana pahala-pahala dilipatgandakan menjadi 500 kali lipat di selain al-Aqsha. Bahkan pelarangan ini sampai pada tingkat penganiayaan terhadap jama’ah shalat, melalui penembakan terhadap mereka. Akibatnya pembantaian pun terjadi, darah suci mengalir tumpah di tanah suci Al-Quds. Semua ini terjadi di depan mata dunia, tanpa rasa khawatir, sedih ataupun malu. Tidak ada yang bergerak atau bertindak secara nyata dari kalangan pemimpin Arab, selain ungkapan penyesalan, penolakan ataupun kecaman menyaksikan pelanggaran ini. Namun, yang paling berbahaya dari semua tindakan mereka ini adalah, pelanggaran yang mereka tidak publikasikan. Yaitu kegiatan yang mereka lakukan pada malam hari, berupa penggalian terowongan yang besar dan dalam di bawah Al-Aqsha. Dengan menggunakan alat-alat modern dan canggih, siang dan malam mereka menggali dan membuat bangunan di bawah Masjid Al-Aqsha. Tidak sampai di situ mereka juga membangun gedung kota transit di bawah al-Aqsha sebagai mukkadimah pendirian Haikal di atas reruntuhan al-Aqsha, jika sudah ambruk. Mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi, tanpa dipublikasikan, walau sejumlah bukti dan fakta mengarah kepada apa yang mereka rancanakan. Keadaan ini terus berlanjut, hingga terbukalah cadar penutup dan terjadilah keruntuhan di pelataran al-Aqsha, separti dapat kita saksikan pada beberapa hari yang lalu lewat channel televise, dimana terjadi keretakan dan keruntuhan di beberapa bangunan. Namun demikian, tidak membuat Israel mengaku. Ia bahkan mengklaim bahwa keruntuhan itu akibat gempa bumi lokal. Sekarang, setelah terjadinya beberapa peristiwa di al-Aqsha akibat upaya penghancuran Zionis Israel dan setelah tampak bukti berupa keruntuhan pelataran al-Aqsha, pertanyaanya adalah, sampai kapan wahai ummat Islam yang berjumlah semilyar setengah, akan menunggu ? atau kita akan bersumpah tidak akan sadar ataupun bangun sebelum melihat al-Aqsha tinggal puing-puing batu ???.

Leave a Reply